Selasa, 10 Maret 2009

PROFIL SEKOLAH

Nama Sekolah : SMK Negeri Tutur
Alamat Sekolah : Jl. Raya Tutur No.14 Nongkojajar
Telepon : (0343) 499603
Faxsimile : (0343) 499123
e-mail : smkntutur_pasuruan@yahoo.co.id
NSS : 32.1.05.19.22.016

SEJARAH SMK NEGERI TUTUR

Secara filial SMK Negeri 1 Tutur menerima murid baru pada tahun pemelajaran 2004/2005 tepatnya sesuai SK Nomor 1635/578/HK/4247.022 (dianggap sebagai hari lahirnya SMKN 1 Tutur). Artinya pada tahun pertama proses belajar mengajar dilaksanakan dan hampir seluruh proses belajar mengajar seluruhnya ditangani oleh pengajar dari SMPN 1 Tutur yang letaknya bersebelahan terkecuali Kepala Sekolah dan enam orang guru. Pada awal berdirinya yaitu pada tahun pertama SMK Negeri Tutur hanya membuka dua program keahlian yaitu : Budidaya Ternak Ruminansia an Teknik Mekanik Otomotif.



Dalam upaya memberikan pelayanan pendidikan pada masyarakat, terutama dalam hal pemerataan pendidikan kejuruan negeri, maka SMK Negeri Tutur terus berbenah diri dan berkeinginan mengembangkan program keahlian baru, terutama yang sangat diinginkan masyarakat sekitar wilayah Tutur yaitu bidang keahlian Multi Media program keahlian Teknik Informatika. Karena bidang keahlian Teknik Informatika masih dianggap program yang dapat membuat peserta didik bangga terhadap penguasaan tentang teknologi informasi. Menindaklanjuti itu semua, maka SMK Negeri Tutur pada tahun pemelajaran 2008/2009 akan menambah program keahlian baru sesuai dengan permintaan masyarakat yaitu program keahlian Teknik Informatika



Dengan banyaknya permasalahan yang muncul, terutama masalah kedisiplinan siswa. Untuk menghapus citra kedisiplinan yang buruk itu diperlukan kerja keras dan kebersamaan yang hakiki dari seluruh warga SMK Negeri 1 Tutur. Pelan tapi pasti kita berhasil. Orang tua mulai percaya, mereka memasukkan anaknya untuk didik dan di sekolahkan di SMK Negeri Tutur.



Dalam upaya memberikan pelayanan pendidikan pada masyarakat, terutama dalam hal mutu yang diinginkan, maka SMK Negeri Tutur terus berbenah diri terutama pada fisik dan peralatan praktek yang menunjang pembelajaran.Guna mewujudkan itu semuanya perlu adanya visi, misi dan nilai-nilai serta tujuan yang diharapkan. Dalam hal ini peranan kepala sekolah dan dewan guru sangatlah utama dalam memberikan corak pada sekolah yang dipimpinnya

VISI SMK NEGERI TUTUR

Membentuk tamatan yang berkualitas dan produktif sekaligus mempunyai kepribadian yang luhur, santun dan soleh

MISI SMK NEGERI TUTUR

1) Peningkatan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan sehari -hari
2) Mampu memanfaatkan potensi wilayah guna menjadikan lembaga
sekolah yang produktif.
3) Melaksanakan proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
4) Mengembangkan sistem nilai yang berorientasi industri.

NILAI-NILAI

Nilai – nilai yang dapat digali di lingkungan SMK Negeri Tutur :



1) Kebersamaan adalah nilai yang perlu dikembangkan dalam mencapai dan menentukan tujuan organisasi secara bersama, membagi dan menyelesaikan tugas bersama, mencapai hasil dan menikmati secara bersama. 2) Disiplin. Setiap warga sekolah harus menegakkan disiplin sesuai dengan aturan – aturan yang ada dan yang berlaku. 3) Respection : seluruh warga SMK Negeri Tutur saling hormat menghormati serta menghargai terhadap saran, karya cipta, rasa dan karsa sesama warga SMK. 4)Trasnparansi Adanya keterbukaan dalam pengambilan keputusan (kebijakan) dan hubungan antar sesama warga sekolah. 5) Integritas : seluruh warga SMK Negeri Tutur menanamkan rasa hormat kepada sesama warga SMK baik intern maupun ekstern (stake holder). 6) Inovative : seluruh warga SMK Negeri Tutur secara individual atau kelompok mau dan mampu mengadakan pembaharuan sesuai dengan tuntutan IPTEK. 7) Keunggulan : seluruh warga SMK Negeri Tutur mempunyai keyakinan untuk selalu melakukan dan menghasilkan yang terbaik. 8) Sense of belonging : seluruh warga SMK Negeri Tutur menanamkan budaya rasa memiliki yang dimiliki sekolah. 9) Pelayanan prima : seluruh warga SMK Negeri Tutur selalu siap memberikan pelayanan prima, cepat, tepat, efisien kepada seluruh pelanggan baik internal maupun eksternal.

TUJUAN

1) Meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan melalui peran serta Dunia Usaha/Dunia Industri
2) Menghasilkan tamatan yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan etos kerja yang sesuai dengan tuntutan lapangan kerja
3) Meningkatkan status kepribadian siswa sehingga mampu berinteraksi, berkomunikasi dan memiliki rasa tanggung jawab serta disiplin tinggi.

SASARAN

1. Terselenggaranya Pelaksanaan PBM yang berkualitas
2. Terwujudnya Sistem Managemen Sekolah yang Akuntabel dan transparan
3. Meningkatkan kegiatan dan nilai keagamaan pada siswa
4. Dihasilkan produk unggulan daerah yang dapat diakui oleh pasar
5. Mampu memenuhi kebutuhan tenaga kerja di DU/DI dan mampu berwirausaha.

KEBIJAKAN POKOK PENDIDIKAN KEJURUAN

1. Undang-Undang No. 2 Tahun 1989.


Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1989, pendidikan kejuruan telah masuk dalam Sistem Pendidikan Nasional secara hukum, yaitu jenis pendidikan yang termasuk dalam jalur pendidikan sekolah (Pasal 11, Ayat 1). Selanjutnya, dalam Pasal 11, Ayat 3 disebutkan, "pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu". Namun, karena rumusannya terlalu singkat dan pada porsi yang kecil, kedudukan pendidikan kejuruan tersebut masih belum kuat dan belum jelas. Sebagai komparasi, di Amerika Serikat kebijakan pendidikan kejuruan telah lama dirumuskan secara rinci dalam sebuah undang-undang tersendiri, yaitu Vocational Education Act of 1963, yang kemudian diamandemen tahun 1968 dan 1976 (Calhoun, C.C., & Finch, A.V, 1982)


2. Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990


Dalam PP 29/1990 ini, pendidikan kejuruan hanya dijelaskan pada tiga tempat. Pasal 1 Ayat 3 menyatakan "pendidikan menengah kejuruan adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu". Sementara itu, pada Pasal 3 Ayat 2 disebutkan bahwa pendidikan menengah kejuruan mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional. Kemudian, pada Pasal 7 diatur syarat-syarat pendirian sekolah menengah kejuruan


Sebagaimana dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1989, dalam PP 29/1990 ini pendidikan kejuruan juga mendapat porsi yang kecil, dan rumusan peraturan untuk pendidikan kejuruan masih terasa sangat umum. Salah satu alternatif untuk meningkatkan kejelasan kebijakan pendidikan kejuruan adalah membuat peraturan pemerintah tersendiri, khusus untuk pendidikan kejuruan. Alternatif lain adalah dengan menyempurnakan PP 29/1990 sesuai dengan perkembangan, seperti berlakunya Undang Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Pendapatan. Dalam hal ini perlu diikuti "jejak" pendidikan tinggi, yang berhasil menyempurnakan PP 30/1990 dengan lahirnya PP 60/1999 tentang Pendidikan Tinggi dan PP 61/1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan Hukum


3. Keputusan Mendikbud No. 323/U/1997


Kelebihan dari Keputusan Menteri ini terletak pada lengkapnya komponen-komponen dalam penyelenggaraan pendidikan sistem ganda, yang terdiri dari ketentuan umum, tujuan, penyelenggaraan, program, kerjasama, peserta, instruktur, MPK, penilaian dan sertifikasi, pengelolaan, pengawasan, insentif, serta pengembangan dan peningkatan mutu. Akan tetapi, Keputusan Menteri ini perlu direvisi karena terdapat rumusan-rumusan yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan sekarang. Sebagai contoh, pada Bab IV Program, Pasal 8 dan 9 sudah tidak konsisten dengan Kurikulum SMK 1999. Menurut Kurikulum 1999, program pendidikan dan pelatihan terdiri dari program normatif, adaptif, dan produktif; sedangkan menurut Keputusan Mendikbud No. 323/U/1997 kurikulum SMK meliputi program umum dan program kejuruan. Dari telaah terhadap peraturan perundang-undangan yang memuat pendidikan kejuruan tersebut, dapat dibuat alternatif-alternatif penyempurnaannya.

IMPLEMENTASI PROGRAM PENDIDIKAN SISTEM GANDA

Salah satu masalah pendidikan nasional yang dilematis adalah rendahnya tingkat relevansi pendidikan, di samping masalah mutu, pemerataan, efektivitas, dan efisiensi pendidikan. Berbagai masalah tersebut harus selalu ditanggulangi, baik melalui jalur pendidikan formal, nonformal maupun informal. Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal merupakan satu kesatuan sistem dengan lingkungan alam, sosial, budaya, masyarakat dan dunia usaha atau lapangan kerja di mana sekolah itu berada. Oleh karena itu, dalam perencanaan, pengelolaan dan pelaksanaan pendidikan harus berorientasi pada lingkungan hidup yang selalu berubah. Tuntutan semua pihak terhadap peningkatan mutu dan relevansi pendidikan semakin tinggi dengan adanya persaingan bebas, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebutuhan dunia usaha/industri yang makin mengglobal. Dalam hal ini diharapkan lembaga-lembaga pendidikan dan dunia usaha/industri bekerja sama dalam menerapkan prinsip link and match, atas dasar kesadaran bahwa pada hakikatnya sekolah dari masyarakat untuk masyarakat. Salah satu jenis sekolah atau lembaga pendidikan menengah yang dapat diharapkan memenuhi kebutuhan tenaga kerja tingkat menengah adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Dalam penyelenggaraan pendidikan ada sekolah-sekolah kejuruan harus selalu ditingkatkan penyesuaian mengenai isi pendidikan (kurikulum), sistem, metode, sarana belajar, kemampuan profesional guru dan sebagainya, sehingga sekolah mampu memenuhi kebutuhan dunia usaha atau dunia industri. Dewasa ini tidak sedikit lulusan sekolah, bahkan lulusan perguruan tinggi yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Masalah ini disebabkan terbatasnya lapangan kerja dan juga karena kualitas dan relevansi lulusan sekolah yang masih rendah. Lulusan sekolah kejuruan cukup banyak yang jadi pengangguran, terutama mereka yang tidak berprestasi dan tidak mampu sosial ekonominya untuk meneruskan studi ke perguruan tinggi. Akibat rendahnya kualitas prestasi belajar lulusan sekolah, mereka mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan pada instansi pemerintah dan dunia usaha/industri. Sehubungan dengan masalah itu, John Oxenham (1984) secara tegas mengatakan bahwa apabila lulusan suatu sekolah tidak dapat dipekerjakan atau memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan jenis dan tingkat pendidikan yang dimilikinya, sekolah atau guru-guru dianggap tidak berhasil dengan tugasnya. Hal ini berarti sekolah dianggap tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat atau dunia kerja. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan kejuruan adalah peningkatan keterkaitan dan keterpaduan (link and match) dalam implementasi Pendidikan Sistem Ganda (PSG). Dalam hal ini, guru-guru yang terlibat secara langsung dalam pelaksanaan On Job Training (OJT) harus benar-benar mempunyai persepsi yang sama dan benar tentang implementasi PSG tersebut. Djapri Basri (1983) mengatakan, persepsi (perception) adalah kemampuan individu untuk mengamati atau mengenal perangsang (stimulus) sesuatu hingga berkesan menjadi pemahaman, pengetahuan, sikap dan tanggapan-tanggapan. Dalam persepsi itu ada hubungan antara pengamatan dan perangsang, yang mana hubungan antara keduanya harus ada kesesuaian. Yang dimaksud dengan persepsi guru dalam penelitian ini adalah kemampuan guru untuk mengenal dan memahami secara tepat dan benar terhadap implementasi program PSG.


Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 menyatakan bahwa Pendidikan Nasional merupakan suatu sistem pendidikan terpadu yang mencakup semua jenis, satuan, jalur, jenjang, dan kegiatan pendidikan yang bekaitan satu sama lain, ditata secara sistematis sebagai upaya untuk mencapai tujuan Pendidikan Nasional. Salah satu jenis sekolah lanjutan tingkat atas yang sekarang mendapat perhatian khusus dari pemerintah adalah SMK. Isi pendidikan sekolah kejuruan itu berkaitan langsung dengan proses industrialisasi atau dunia usaha, terutama jika dikaitkan dengan fungsinya sebagai produsen tenaga kerja menengah. Finch, C.R. & John, R.C. (1979) menyatakan perlunya melakukan identifikasi dan seleksi kurikulum, pengembangan materi kurikulum, dan pengembangan paket-paket yang didasarkan atas kompetensi dan pengajaran individual.


Oleh karena itu, dalam pelaksanaan kurikulum SMK yang beorientasi kepada sistem ganda, perlu dilakukan identifikasi dan pemilihan materi pengajaran yang relevan dengan dunia kerja atau dunia industri. Selain itu, harus dilakukan pengembangan materi secara terpadu yang disesuaikan dengan tuntutan dunia usaha atau dunia industri melalui pengembangan paket-paket belajar atau modul. Penerapan kebijaksanaan link and match pada hakikatnya bertujuan untuk meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan lapangan kerja. Hal ini sebagai usaha untuk mencari titik temu antara dunia pendidikan sebagai produsen dan dunia kerja/industri sebagai konsumen. Menurut Pakpahan (1994), tujuan gerakan link and match adalah untuk mendekatkan pemasok (supplier) dengan mutu sumber daya manusia, terutama yang behubungan dengan kualitas ketenagakerjaan.Sedangkan konsep dasar penerapan pendidikan sistem ganda itu sendiri adalah penyelenggaraan pendidikan yang mengintegrasikan secara tersistem kegiatan pendidikan (teori) di sekolah dengan kegiatan pendidikan (praktek) di dunia industri. Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut :



1. Apakah ada persamaan persepsi guru-guru terhadap implementasi PSG?
2. Seberapa tinggi tingkat pemahaman guru-guru SMKN terhadap impementasi PSG?
3. Apakah secara keseluruhan pelaksanaan PSG telah berjalan secara efektif?



Para siswa sebelum melakukan on the job training (OJT) banyak disibukkan oleh persiapan-pesiapan teknis administratif, seperti mengurus surat permohonan praktek, mengurus surat izin praktek pada institusi terkait, dan mengurus surat izin dari orang tua. Pada waktu PSG berlangsung, guru-guru memberikan pembekalan mengenai aspek normatif dan adaptif bagi siswa yang belum mendapat giliran praktek PSG. Di samping itu, mereka membimbing dan mengadakan monitoring kepada siswa yang sedang praktek OJT di dunia usaha/industri. Lamanya para siswa melakukan praktek OJT tiap sekolah tidak sama.


Bagi siswa Sekolah Menengah Kejuruan Teknik, pelaksanaan praktek OJT berlangsung selama tiga bulan; sedangkan bagi siswa Sekolah Menengah Kejuan Ekonomi dan SMKK praktek tersebut berlangsung antara 1 – 2 bulan. Ketidakseragaman lamanya praktek OJT disebabkan adanya perbedaan kesediaan pada masing-masing dunia usaha/industri. Selain itu, dalam pelaksanaan PSG nampaknya ada tumpang tindih antara waktu untuk pelajaran normatif dan adaptif dengan waktu praktek OJT. Kegiatan dalam mempersiapkan materi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang sesuai dengan tuntutan dunia usaha/industri kurang mendapat porsi yang cukup. Hanya sebagian kecil guru menyatakan sudah sesuai dan sebagian besar menyatakan kurang sesuai. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :


1) Belum adanya identifikasi empirik mengenai materi apa sebenarnya yang diharapkan oleh dunia usaha/industri yang harus dikuasai oleh siswa SMK Negeri sebelum melakukan praktek OJT; dan 2) Belum ada buku juklak/juknis tentang apa yang harus dilakukan oleh siswa di sekolah yang akan melakukan praktek OJT dan apa yang harus dilakukan siswa pada awal kedatangannya di dunia usaha/industri.


Mengenai tempat siswa melaksanakan praktek OJT sebagian besar siswa sudah ditentukan oleh Pokja PSG, hanya sebagian terkecil siswa yang mencari sendiri tempat yang sesuai dengan bakat dan kemampuan mereka. Dalam praktek OJT ini nampaknya kurang diperhatikan masalah mutasi siswa untuk memperoleh pengalaman dari berbagai jenis pekerjaan. Siswa hanya memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari pekerjaan yang sama. Sebagian besar guru memiliki motivasi dengan kategori sedang terhadap implementasi PSG dan sebagian terbesar siswa memiliki motivasi tinggi. Kelompok siswa yang memiliki motivasi tinggi ini menyadari bahwa pengalaman praktek OJT sangat berharga bagi dirinya untuk masa sekarang dan kehidupan di masa datang. Ada sebagian guru dan siswa yang kurang memiliki motivasi terhadap implementasi PSG.


Hal ini kemungkinan disebabkan terdapat beberapa kendala dalam implementasi PSG, seperti kurangnya keterlibatan dunia usaha/industri dalam pengembangan kurikulum SMK dan belum adanya modul maupun juklak/juknis tentang materi praktek OJT didunia usaha/industri. Selain itu, hal ini juga dikarenakan kurangnya wawasan mereka mengenai jenis pekerjaan pada dunia usaha/industri.Persepsi guru mengenai aktivitas mereka menjelang dan sewaktu implementasi PSG adalah sebagai berikut. Menjelang pelaksanaan OJT, sebagian terbesar guru lebih banyak memberikan penjelasan atau pengarahan tentang arti, tujuan dan manfaat PSG, serta memberitahukan tentang tata tertib dan disiplin kerja sewaktu praktek. Hanya sebagian kecil guru yang menyatakan membekali siswa dengan materi atau jenis keterampilan yang sesuai dengan tuntutan dunia usaha/industri. Kegiatan guru selama siswa praktek adalah melaksanakan KBM di sekolah, terutama dalam aspek normatif dan adaptif dan melakukan monitoring kepada siswa yang sedang praktek PSG Persepsi guru-guru mengenai tingkat kesesuaian pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan di sekolah dengan tuntutan dunia usaha/industri adalah bahwa sebagian besar guru menyatakan kurang sesuai atau kurang relevan dan sebagian kecil guru menyatakan sesuai. Yang dikatakan kurang sesuai itu adalah pembekalan pengetahuan dan keterampilan bagi para siswa SMK Ekonomi program studi Akuntansi dan Bisnis, bagi siswa SMK teknik program studi mesin dan listrik dan bagi siswa SMK kesejahteraan keluarga adalah program studi tata boga. Bukti ketidaksesuaian itu juga didukung oleh data dari siswa, sebagian besar siswa pernyataan bahwa materi pengetahuan dan keterampilan yang diberikan di sekolah kurang sesuai dengan tuntutan dunia usaha/industri. Persepsi guru tentang model penyelenggaraan PSG pada tahun ajaran 2000/2001 di SMK Negeri menunjukkan bahwa sebagian besar guru mengatakan menggunakan model kombinasi antara model day release dan model block release. Mengenai sumber belajar dan media pengajaran yang ada di SMK Negeri yang diperlukan bagi implementasi PSG, sebagai besar guru mengatakan masih kurang, terutama pada program studi Tata Boga, Teknik Mesin dan Listrik.


Dari apa yang telah ada pada umumnya belum ada kesamaan persepsi guru SMK Negeri terhadap implementasi PSG. Sebagian besar dari mereka masih kurang memahaminya dengan baik, sehingga mengakibatkan kurang efektifnya implementasi PSG itu sendiri. ada umumnya guru kurang memberikan pembekalan yang cukup kepada siswa mengenai pengetahuan, keterampilan, dan etika kerja yang relevan dengan tuntutan dunia usaha/industri. Oleh karena itu, pelaksanaan OJT kurang efektif dan efisien. Pembekalan materi pengetahuan dan keterampilan kepada para siswa terutama untuk program studi Teknik Mesin dan Listrik, Akuntansi, Pemasaran dan Tata Boga umumnya kurang memadai. Sebagian besar guru memiliki motivasi termasuk kategori sedang atau tidak begitu tinggi terhadap implementasi PSG, akibatnya proses pembimbingan dan monitoring PSG berjalan kurang efektif. Sedangkan sebagian terbesar siswa memiliki motivasi tinggi terhadap implementasi PSG karena mereka menyadari bahwa kegiatan ini merupakan suatu kewajiban yang harus diikuti dan dirasakan sangat bermanfaat. plementasi PSG secara umum mengalami berbagai kendala, yaitu masih ada sebagian dunia usaha/industri yang kurang menyadari keuntungan sistem magang dan implementasi PSG bagi mereka. Bahkan ada yang merasa keberatan dengan adanya siswa praktek OJT di tempat kerja mereka. Selain itu, faktor keterbatasan dana dan sumber-sumber belajar termasuk belum adanya modul atau juklak dari dunia usaha/industri tentang materi pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan implementasi PSG